TUGAS RINGKASAN
MATA KULIA
PENGANTAR ilmu
hukum (PiH)
NAMA : Sufrin
Ridja
NIM
: 2101130007
Ruangan 1 p a
( kelas reguler)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BUNG
KARNO
KATA
PENGANTAR
Dengan mengeucapkan puji dan syukur kehadirat Allah
SWT. Yang telah memberikan nikmat kesempatan, nikmat kesehatan, sehingga saya bisah menyelesaikan tugas ringkasan
pengantar ilmu hukum yang telah
diberikan kepada dosen.
Dengan tugas yang di berikan kepada dosen, saya pribadi
merasa bersukur karena pandangan saya,
dengan tugas ini bisa memberikan dorongan pada pribadi saya dan melati
saya untuk membuat sesuatu yang terkait dengan
pembuatan,makalah,ringkasan,kripsi dan sebagainya.
Ringkasan pengantar ilmu hukum ini akan menjadi
pedoman bagi saya,karena selaku mahasiswa fakultas hukum, maka wajib untuk jadi
pedoman.
Berdasarkan pridarma perguruan tinggi yaitu,
pendidikan, penelitian, pengabdian. Maka tugas
ringkasan pengantar ilmu hukum
yang akan menjadi pedoman atau dasar, untuk menopang penelitian dan
pengabdian pada masyarakat.
dengan demikian terimakasi kepada dosen yakni pa jos,
selaku memegang mata kulia pengantar ilmu hukum.
Wassalam,
Hari rabu tanggal 17 desember
2013
Sufrin Ridja
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
V
BAB I PENGERTIAN
HUKUM…………………………………………………………………1
A.
PENGERTIAN HUKUM……………………………………………………………….1
B.
TUGAS DAN TUJUAN HUKUM……………………………………………………2
C.
PENAFSIRAN
HUKUM…………………………………………………………………3
D.
SEJARAH HUKUM
INDONESIA…………………………………………………….4
BAB II HUKUM
DAN KAEDA SOSIAL LAINYA……………………………………….…12
A.
HUKUM SEBAGAI
KAEDAH…………………………………………………….…..12
B.
JENIS-JENIS KAEDAH DAN
TUJUANYA………………………………….……12
C.
BERLAKUNYA KAEDAH
HUKUM…………………………………………………13
BAB III . . ISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU HUKUM………………………………..15
A.
SUBJE
HUKUM…………………………………………………………….…………..15
B.
OBJEK
HUKUM………………………………………………………….……………..16
C.
ASAS HUKUM……………………………………………………………………………17
BAB IV. TUJUAN, FUNGSI DAN SUMBER HUKUM…………..……………………..19
A.
TUJUAN HUKUM MENURUT
TEORI………………………..……………..……19
B.
TUJUAN HUKUM
MENURUT AHLI………………………….……………..…….20
C.
FUNGSI HUKUM………………………………………….……………………….……21
D.
SUMBER-SUMBER HUKUM………………………………………………….………24
E.
MACAM-MACAM SUMBER
HUKUM FORMAL………………….………………23
BAB V.MACAM-MACAM
SISITEM HUKUM……………………………………………………………………………………..……….31
A.
SISTEM
HUKUM…………………………………………………………………………31
BAB VI. DISIPLIN HUKUM……………………………………………………………………33
1.
ILMU HUKUM……………………………………………………………………….……33
2.
FILSAFAT HUKUM………………………………………………………………………34
3.
POLITIK
HUKUM………………………………………………………………………..34
BAB VII. ALIRAN
HUKUM………………………………………………………………………35
1.
ALIRAN LOGISME………………………………………………………………..………35
2.
ALIRAN FREIE RECHTSBEWEGUNG………………………………………………35
3.
ALIRAN RECHTSVINDING………………………………………………….…………36
BAB VIII.
KEKOSONGAN HUKUM……………………………………………………………37
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………………………38
BAB
I
A.
PENGERTIAN HUKUM
Dalam hukum memang sangat sulit di temukan
suatu definisi yang sunggu-sungguh dapat
memadai kenyataan. Para sarjana hukum
memberikan definisi tentang hukum
terdapat perbedaan pandangan, dan menurut sreranya masing- masing sesuai dengan objek penelitiannya. Hal ini di
sebabkan masing-masing sarjana hukum terpaku
pada pandangannya sendiri. Tegasnya, para sarjana itu terikat pada alam sekitar
dan kebudayaan yang ada ataupun terikat pada situasi yang mengelilinginya.
Singkatnya bahwa kesukaran dalam membuat
definisi hukum di sebabkan:
1.
Karena
luasnya lapangan hukum itu;
2.
Kemungkinan
untuk meninjau hukum dari berbagai sudut (filsafat, politik, sosiologi, sejarah
dan sebagainya) sehingga hasilnya akan berlainan dan masing- masing definisi
hanya memuat salah satu paket dari hukum saja;
3.
Objek
(sasaran) dari hukum adalah masyarakat,
padahal masyarakat
senantiasa beruba dan berkembang , sehingga definisi dari hukum juga akan beruba- uba pula.
Di bawa ini akan di kutip beberapa pendapat
para ahli hukum tentang definisi hukum sebagai berikut.
1.
Plato,
hukum adalah system peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang
mengikat masyarakat.
2.
Aristoteles
, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan
yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.
3.
Autin
, hukum adalah peraturan yang di tiadakan untuk memberi bimbingan kepada mahluk yang berakal oleh mahluk yang berakal yang berkuasa atasnya.
4.
Bellfroid
,hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu di
dasarkan atas kekuasan yang ada pada masyarakat.
5.
E.M.
Meyers, hukum adalah semua peraturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan
ditujukan pada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan menjadi pedoman penguasa Negara dalam
melakukan tugasnya.
6.
Duguit,
hukum adalah aturan tingka laku para anggota masyarak, aturan yang daya penggunaanya pada
saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan
bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.
7.
Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat yang
dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain memenuhi peraturan hukum tentang
kemerdekaan.
8.
Van
Kant, hukum adalah serumpun peraturan yang bersifat memaksa yang di adakan untuk mengatur dan melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.
9.
Van
Apeldoorn, hukum adalah suatu gejalah sosial; tidak ada masyarakat yang tidak
mengenal hukum maka hukum itu menjadi suatu aspek dari kebudayaan seperti
agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan.
10.
S.M.
Amin, hukum adalah kumpulan peraturan
yang terdiri atas norma dan sangsi-sangsi.
11.
E.
Utrecht, hukum adalah himpunan petunjuk
hidup (perinta dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat,
dan seharusnya ditaati oleh seluru anggota masyarakat yang bersangkutan . Ole karena itu ,
pelanggaran petunjuk hidup tersebut
dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau pengusa itu.
12.
M.H. Tirtaamidjata, hukum adalah semua aturan (norma) yang harus di turut dalam tingka laku
dan tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika
melangar peraturan itu yang akan membahayakan diri sendiri atau harta,
umpamanya orang akan kehiklangan kemerdekaannya, didenda, dan sebagainya.
13.
J.T.C.
Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, hukum ialah aturan yang bersifat
memaksa, yang menentukan tingka laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang
di buat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan,
yaitu dengan hukumman.
B. TUGAS
DAN TUJUAN HUKUM
Tugas hukum ini merupakan konsepsi
dwitunggal, yang biasanya terdapat dalam
perumusan kaeda hukum, misalnya Pasal
338 KUHP, dengan rumusannya ,”Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, di hukum
karena makar mati,…., adalah memberikan nilai kepastian hukum.
Menurut
Sudikno Mertokusumo, bahwa tujuan
pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan
ketertiban dan keseimbangan.
Demikian juga Soejono mengatakan, bahwa hukum yang di adakan atau di bentuk membawa misi tertentu, yaitu keinsafan
masyarakat yang di tuangkan dalam hukum sebagai sarana pengendali dan
menguba agar terciptanya kedamaian dan ketentraman masyarakat.
Adapun Purnadi Purbacaraka dan Soerjono
Soekanto menjelaskan, bahwa tujuan hukum adalah kedamaian hidup antar pribadi
yang meliputi ketertiban ekstern antar
pribadi dan ketenangan ekstern pribadi.
Konsepsi kedamayan berarti tidak ada gangguan ketertiban dan juga tidak
ada kekangan terhadap kebebasan ( maksudnya, ada ketentraman atau ketenangan
pribadi). Di dalam kehidupan bersama senantiasa menghendaki ketertiban.
Sebaliknya manusia secara nidividu, menginginkan adanya kebebasan yang mengara
kepada ketentraman atau ketenangan pribadi.
C. Penafsiran
Hukum
Penafsiran atau interprestasi adalah
menentukan arti atau makna suatu teks atau bunyi suatu pasal berdasar pada
kaitanya. Ada beberapa metode penafsiran hukum yang lajim yang di terapkan
yaitu:
a.
Penafsiran
gramatikalatau konteks, dengan cara mempelajari dan menggunakan hubungan
kalimat.
b.
Penafsiran
sistematis, konteks, dengan cara mempelajari sistem dan rumusan Undang-Undang:
yang meliputi:
1.
Penalaran
analogi dan penalaran a kontrario. Penggunaan a kontrario yaitu memastikan
sesuatu yang tidak di sebut pasal Undang-Undang secara kebalikan. Sedangkan
analogi berarti pengluasan berlakunya kaedah Undang-Undang.
2.
Penafsiran
ekstesif dan restriktif (bentuk-bentuk yang lemah yang terdahulu secara logis
tak ada perbedaan.
3.
Penghalusan
hukum atau rechtsverfijning atau pengkusususan berlakunya Undang-Undang.
c.
Penafsiran
historis: dengan cara mempelajari:
1.
Sejarah
hukum, konteks, perkembangan yang telah lalu dari hukum tertentu seperti
K.U.H.P., B.W. Hukum romawi dan sebagainya.
2.
Sejara
Undang-Undang, konteks, penjelasan-penjelasan dari pembentuk Undang-Undang yang
bersangkutan.
d.
Penafsiran
teologis, konteks, dengan cara pergaulan sosial.
Demikian beberapa metode dalam penafsiran hukum.
D. Sejarah
Hukum di Indonesia
Sejarah apabilah dilihat dari kegunaanya,
sebagai pegangan dapat di artikan sejara adalah suatu catatan dari kejadian
–kejadian penting masa lalu yang perlu di ketahui, diingat, dan di pahami oleh
setiap orang atau suatu bangsa masa kini.
Sejarah hikum Indonesia terdiri atas
sebelum tanggal 17 agustus 1945 dan sesuda tanggal 17 agustus 1945. Sebelum
tanggal 17 agustus 1945 terdiri atas:
1.
Masa
vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) (1602-1799).
2.
Masa besluiten regerings (1814-1926)
3.
Masa
Regerings Reglement (1855-1926)
4.
Masa
Indische Staatsregeling (1926-1942)
5.
Masa
jepang (Osamu Seirei) (1942-1945)
Adapun
sesuda tanggal 17 Agustus 1945 adalah sebagai berikut:
1.
Masa
(18 agustus 1945-26 desember 1949).
2.
Masa
(27 desember 1945- 16 Agustus 1950).
3.
Masa
(17 Agustus 1950-4 juli 1959).
4.
Masa
(5 juli 1959-sekarang)
1.
Masa vereenigde Oost Indische Compagnie
(VOC) (1602-1799).
Sebelum kedatangan orng belanda pada tahun
1596 di Indonesia hukum yang berlaku di
daerah-daerah Indonesia pasda umumnya adalah hukum yang tidak tertulis yang di
sebut hukum adat.Setelah orang –orang belanda berada di Indonesia dengan
mendirikan Vereenigde Oost Indische
Compagnie (VOC) pada tahun 1602 dengan tujuan supaya tidaj terjadi persaingan
antar para pedagang yang membeli
rempah-rempah dari orang-orang pri bumi, dengan maksut untuk memperoleh
keuntungan yang besar di pasaran eropa.
2.
Masa besluiten regerings (1814-1955)
Menurut pasal 36 Nederlands Grondt tahun 1814 (UUD Negeri belanda 1814) menyatakan bahwa raja yang berdaulat,
secara mutlak mempunyai kekuasan yang tinggi atas daerah –daerah jajahan dan
harta milik Negara di bagian- bagian lain.
Untuk memenuhi kekosongan kas negarah
belanda sebagai akibat dari penduduk prancis tahun 1810- 1814, Gubernur
jenral du bus de Gesing nes
memperlakukan politik agrarian dengan carah mempekerjakan para terpidana
pribumi yang di kenal dengan (kerja paksa) berdasarkan pada staatsblad 1828
Nomor 16, yang di bagi atas dua:
a.
Yang
di pidana kerja rantai.
b.
Yang
di pidana kerja paksa
3.
Masa Regerings Reglement (1855-1926)
Di negeri belanda terjadi perubahan Grond Wet (UUD) pada tahun
1848 sebagai akibat dari pertentangan
Staten General (Parlemen ) dan raja yang berakhir dengan kemenangan parlememen dalam bidang
pengolaan kehidupan bernegara.
Adanya perubahan Grondwet itu mengakibatkan
juga terjadinya perubahan terhadap
pemerintahan dan perundang-undangan
jajahan belanda di Indonesia.
Menurut
ketentuan pasal 59 ayat(I),(II) den (IV) di atas, kekuasaan raja
terhadap daerah jajahan menjadi
berkurang. Peraturan dasar yang di buat
bersama oleh raja dengan parlemen
untuk mengatur pemerintahan daerah jajahan di Indonesia adalah
Regerngs Reglement. Regerngs Reglement ini berbentuk undang-undang
yang diundangkan melalui Staatsblad 1855 Nomor 2 yang isinya terdiri
atas 130 pasal dan 8 bab dan
mengatur tengtang pemerintahan di india Belanda
sehingga R.R ini dianggap sebagai
undanng- undang Dasar pemerintahan jajahan
Belanda.
Politik hukum pemerintahan Belandan yang mengatur
tentang tata hukum di cantumkan
dalam pasal 75 RR dan asasnya sama sebagaimana termuat dalam pasal
11 AB, yaitu dalam menyelesaikan
perkara perdata hakim di
perintahkan untuk menggunakan hukum perdata eropa bagi golongan eropa dan hukum perdata adat bagi ornga bukan
eropa.
4.
Masa Indische Staatsregeling
(1926-1942)
Pada
tanggal 23 juni 1925 Regerings
Reglement tersebut di ubah menjadi Indische Staatsr
Egeling
(IS) atau peraturan tata negaraan
Indonesia yang termuat dalam Staatsblad 1925 Nomor 415 yang mulai berlaku
pada tanggal 1 januari 1926.
Tujuan pembagian golongan penduduk
sebenarnya adalah untuk menentukan system-sistem hukum yang berlaku bagi masing-masing
golongan yaitu sebagai berikut:
1.
Golongan
eropa sebagaimana tercantum dalam pasal 131 IS adalah hukum perdata .
Adapun
susunan peradilan yang di pergunakan untuk golongan eropa di jawa dan Madura adalah:
a.
Residentte Gerecht
b.
Raad
van Justitie
c.
Hooggerechtshof
Adapun acara peradilan di luar jawa dan
Madura diatur dalam Rechts Reglement
Buitengewesten (RBg) berdasarkan staatblad 1927 Nomor 227 untuk daerah hukumnya masing-masing.
2.
Bagi
golongan pri bumi (bumi putra).
a.
Hukum
perdata adat dalam bentuk tiidak tertulis, tetapi dengan adanya pasal 131 ayat
(6) IS kedudukan berlakunya hukum
perdata adat itu tidakmutlak, dan dapat di ganti dengan ordonasi jika dikehendaki ole pemerintah india
Belanda. Kaeda demikian telah di buktikan
dengan di keluarkanya berbagai
ordonasi yang diberlakukan untuk semua golongan, yaitu:
1.
Staatsblad
1933 Nomor 48 jo, Staatsblad 1939 Nomor 2 tentang peraturan pembukuan kapal:
2.
Staatslad
1933 Nomor 108 tentang peraturan umum untuk perhimpunan koprasi.
3.
Staatsblad
1938 Nomor 523 tentang ordonasi orrang yang meminjamkan
uang.
4.
Staatsblad 1938 Nomor
524 tentang ordonasi riba.
Adapun hukum yang berlaku bagi golongan
pribumi,yaitu.
1.
Staatsdlad
1927 Nomor 91 tentang koprasi pribumi.
2.
Staatsblad
1931 Nomor 74 tentang
pengangkatan wali di jawa dan Madura.
3.
Staatsblad 1933 Nomor 74 tentang perkawinan orang
Kristen di jawa, Minahasa, dan Ambon.
4.
Staatsblad 1933 Nomor 75 tentang pencatatan jiwa bagi
orang Indonesia di jawa, Madura, Minahasa, Amboina, Saparua, dan Banda.
5.
Staatsblad
1939 Nomor 569 tentang maskapai Andil.
6.
Staatsblad 1939 Nomor 570 tentang perhimpunan pribumi.
b.
Hukum
pidana materil yang berlaku bagi golongan pribumi, adalah.
1.
Hukum
pidana materil, yaitu Werboek van Straf Recht sejak tahun 1918 berdasarkan
Staatsblad 1915 Nomor 723.
2.
Hukum
acara perdata untuk daera jawa dan Madura
adalah Inlands Reglement (IR) dan hukum acara pidana bagi mereka di atur dalam Herziene Inlends
Reglement (HIR) berdasarkan
Staatsblad 1941 Nomor 44 tanggal 21 Februari 1941. HIR ini
berlaku di Landraat Jawa barat, Jaga
Tengah, Jawa Timur.
Susunan peladilan bagi pribumi di jawa dan Madura adalah:
a.
District
Gerecht, di daerah pemerintahan distrik (kewedanaan).
b.
Regentschaps Gerecht, di daera kabupaten yang di
selenggarakan oleh bupati, dan sebagai peradilan banding.
c.
Lanraad,
terdapat di kota kabupaten dan beberapa kota lainya yang di perlukan adanya peradilan ini, dan mengadili perkara banding yang di
ajukan atas putusan Regentschaps
Gerecht.
Bagi daearah-daerah di luar jawa dan
Madura, susunan organisasi peradilanya
untuk golongan pribumi di atur dalam Rechtsreglement Buiteng (RBg), dan lembaga
peradilan adalah:
1.
Negorijrecht
bank, terdapat pada desa (Negeri) di ambon.
2.
Districts
Gerecht, terdapat di tiap kewedanan dari
keresidenan Bangka, Belitung,
manado,Sumatra barat, Tapanuli, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
3.
Magistraats
Gerecht, menangani keputusan Districts
Gerecht di blitung dan Manado, sedangkan untuk Ambon mengenai keputusan
Negorijrecht bank.
4.
Landgerecht,
kedudukan dan tugasnya sama dengan Landraad di jawa, tetapi untuk daerah
Landraad Nias, Bengkulen, Majene, Palopo, Pare-Pare, Manokwari, dan Fak-Fak,
jabatan ketua dapat diserahkan kepada pegawai pemerintah belanda, karena
kekurangan sarjana hukum.
3.
Bagi
golongan timur asing , berlakulah.
a.
Hukum
perdata, hukum pidana adat mereka menurut ketentuan pasal 11 AB, berdasarkan
Staatsblad 1855 Nomor 79 (untuk semua golongan
Timur asing)
b.
Hukum
perdata golongan Eropa(BW) hanya bagi golongan timur asing cina untuk wilaya Hindia belanda melalui Staatsblad 1924 Nomor 557. Untuk
daerah Kalimantan barat berlakunya BW tanggal 1 september 1925 melalui Staatsblad 1925 Nomor 92.
c.
WvS
yang berlaku 1 januari 1918 untuk hukum
pidana materil.
d.
Hukum
acara yang berlaku bagi golongan Eropa
dan hukum acara yang berlaku bagi golongan pribumi, karena dalam praktik
kedua hukum acara tersebut di gunakan untuk peradilan bagi golongan timur
asing.
Dalam penyelenggaran peradilan, di samping
susunan peradilan yang telah di sebutkan di atas juga melaksanakan peradilan
lain:
1.
Pengadilan
Swapraja.
2.
Pengadilan
Agama.
3.
Pengadilan
Militer.
5. Masa
Jepang (Osamu Seirei) (1942-1945)
Pada masa
pemerintahan Jepang pelaksanaan tata pemerintahan di Indonesia berpedoman undang- undang yang di sebut Gunseirei, melalui Osamu Seirei.
Gun Seirei
Nomor 14 tahun 1942 mengatur
susunan lembaga peradilan yang terdiri
atas.
a.
Tihoo
Hooin, berasal dari landraad (pengadilan Negeri).
b.
Keizai
Hooin, berasal dari landgerecht (Hakim kepolisian)
c.
Ken
Hooin,berasal dari Regentschap Gerecht (pengadilan kabupaten)
d.
Gun
Hooin, berasal dari Districts Gerecht (pengadilan kewedanan)
e.
Kokyoo
kootoo Hooin, berasal dari Hof voor Islami etische Zaken (Mahkama islam tinggi)
f.
Sooyoo
Hooin, yang berasal dari Priesterraad (Rapat Agama)
g.
Gunsei
Kensatu Kyoko, terdiri atas Tihoo
Kensatu Kyoko (kejaksaan pengadilan
Negeri)
a. Masa
(18 agustus 1945-26 desember 1949).
Setelah Bangsa Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, saat ini bangsa
Indonesia telah mengambil sikap untuk menentukan nasip sendiri, mengatur dan menyusun negaranya serta menata tata hukumnya, sehingga pada tanggal
18 Agustus 1945 di tetapkan Undang-Undang Dasar
yang supel dan elatik dengan sebutan Undang-Undang Dasar 1945.
Bentuk tata hukum dan politik hukum yang akan berlaku masa itu dapat dilihat pada
pasal 1 dan 2 aturan peralihan
Undang-Undang Dasar 1945, yaitu pasal 1 yang berbunyi:
Segalah peraturan perundang-Undangan yang ada masi
tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Pasal 2, semua lembaga Negara yang masi ada masi tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang dasar dan belum diadakan yang baru
menurut Undang-Undang Dasar ini.
Menurut ketentuan pasal 1 dan 2 aturan peralihan itu dapat di ketahui, bahwa semua peraturan dan
lembaga yang telah ada dan berlaku pada zaman
penjajahan belanda maupun pada masa pemerinta Belahtentara Jepang, tetap
berlakukan dan di fungsikan. Dengan
demikian, tata hukum yang belaku pada masa tahun 1945-1949 adalah semua
peraturan yang telah ada dan perna berlaku pada masah penjajahan Belanda maupun
masa Jepang berkuasa dan produk- produk
peraturan baru yang di hasilkan oleh pemerintah Negarah Repoblik Indonesia dari tahun 1945-1949.
b. Masa
(27 desember 1945- 16 Agustus 1950).
Setelah berdirinya Negara Repoblik
Indonesia Serikat, berdasarkan hasil konfrensi meja bundar pada tahun 1949, berlaku konstitusi Repoblik
Indonesia Serikat (RIS), dan tata hukum yang berlaku pada waktu itu
adalah tata hukum yang terdiri atas peraturan
yang dinyatakan berlaku pada masa 1945-1949 dan produk peraturan baru
yang di hasilkan oleh pemerintah Negara Repoblik Indonesia Serikat selama kurun waktu 27 desember 1949 sampai
dengan 16 Agustus 1950
Hal tersebut telah di tentukan dalam pasal
192 KRIS yang berbunyi:
Peraturan-peraturan, Undang-Undang, dan
ketentuan tata usaha yang suda ada pada saat
kontitusi ini mulai berlaku tetap
berlaku tidak beruba sebagai peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan RIS sendiri, selama
dan sekedar peraturan-peraturan dan
ketentuan-ketentuan itu tidak di cabut, ditamba atau atas kuasa kontitusi ini.
Berdasarkan ketentuan pasal 192 KRIS ini berarti aturan-aturan hukum yang berlaku dalam Negara
Repoblik Indonesia berdasarkan pasal 1 dan 2
aturaran peralihan Undang-Undang
Dasar 1945 tetap berlaku di Negara
Repoblik Indonesia Serikat.
c. Masa
(17 Agustus 1950-4 juli 1959).
Pada tanggal 17 Agustus 1950 Bangsa Indonesia kembali ke Negara kesatuan, dengan Undang-Undang Dasar sementara 1950
yang berlaku sampai tanggal 4
juli 1959. Tata hukum yang berlaku pada masa ini adalah tata hukum yang terdiri dari
semua peraturan yang dinyatakan
berlaku berdasarkan pasal 142 UUDS 1950,
dan di tambah dengan peraturan
baru yang di bentuk oleh pemerinta Negara
selama kurun waktu dari 17-8-
1950 sampai dengan 4-7-1950.
d. Masa
(5 juli 1959-sekarang)
Setelah keluarnya dekrit presiden tanggal 5
jili 1959, Undang-Undang dasar sementara (UUDS) 1950 tidak berlaku lagi, dan
kembali berlaku Undang-Undang Dasar 1945 sampai sekarang. Tata hukum yang berlaku pada masa ini adalah tata hukum yang terdiri atas semua peraturan yang
berlaku pada masa tahun 1950-1959 dan
dinyatakan masi berlaku berdasarkan ketentuan pasal 1 dan 2 aturan peralihan UUD 1945
dengan ditambah berbagai peraturan yang di bentuk setelah dekrit
Presiden 5 juli 1959 tersebut.
Adapun tata aturan perundang-undanngan yang
diatur berdasarkan ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR Nomor
V/MPR/1973 ada TAP No. IX/MPR/1978, tata urutan peundang-undangan(hierarki
perundang-undangan) adalah sebagai berikut:
1.
Undang-Undang
Dasar 1945
2.
Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Perwakilan (MPR)
3.
Undang-Undang/
peraturan pemerinta pengganti Undang-Undang (Perpu)
4.
Peraturan
Pemerintah (PP)
5.
Peraturan
pelaksana lainya seperti:
a.
Peraturan
mentri.
b.
Intruksi
menteri.
c.
Dan
lain-lain
Adapun tata
urutan peraturan perundang-undangan menurut ketetapan MPR No.III tahun
2000, hurarkinya sebagai berikut
1.
Undang-
Undang Dasar 1945.
2.
Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3.
Undang-
Undang.
4.
Peraturan
pemerintahpengganti Undang- Undang
5.
Peraturan
pemerinta.
6.
Keputusan
Presiden.
7.
Peraturan
Daerah.
BAB II
HUKUM DAN KAEDA
SOSIAL LAINYA
A.
Hukum sebagai kaedah
Hukum di dalam masyarakat ada yang
terhimpun di dalam suatu system yang di susun dengan sengaja, yang sesuai dengan pembidanganya.
Dengan demikian , hukum itu sebagai kaedah
atau peraturan bertingka laku di dalam
masyarakat.
Selanjutya Soerjono Soekanto mengatakan
bahwa hukum sebagai kadah merupakan patokan perikelakuan
atau sikap tindak yang sepantasnya. Sikap tindak atau perilakuan yang
ejeg dapat menjadi hukum kebiasaan apabilah di penuhi dua persyaratan, sebagaimana telah di
kemukakan ole Van Apeldoorn yang di kutip oleh Soerjono Soekanto dan purnadi Purbacaraka,
yaitu:
a.
Syarat
material, yakni kebiasan yang ejeg.
b.
Syarat
spiskologis, yakni kesadaran akan adanya suatu kewajiban menurut hukum.
B. Jenis-Jenis
Kaedah dan Tujuanya.
Manusia sejak di lahirkan,telah di
lengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan manusia lainya. Kaedah sosial
pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap
yang seyoginya di lakukan.
Adapun jenis kaeda yang menjadi
pedoman manusia berperilaku dalam
masyarakat , mencakup hal-hal sebagai berikut:
1.
Kaeda
dengan aspek kehipan pribadi, di bagi
atas:
a.
Kaedah
kepercayaan atau keagamaan.
b.
Kaeda kesusilaan.
2.
Kaedah
dengan aspek kehidupan antar pribadi yang di bgi atas:
a.
Kaedah
sopan santun atau adat.
b.
Kaedah
hukum.
Adapun tujuanya yaitu sebagai berikut:
1.
Tujuan
Kaedah
hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib
masyarakat dan memberi
perlindungan terhadap manusia beserta kepentinganya.
Kaedah
agama, kaedah kesusilaan bertujuan untuk
memperbaiki pribadi manusia agar menjadi
manusia yang baik.
Kaedah
kesopatan bertujuan menertibkan
masyarakat agar tidak ada korban.
2.
Isi
Kaedah hukum memberikan hak dan
kewajiban (atributif dan normative).
Mengatur tingka laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan di rasakan puas
kalau perbuatan manusia itu suda
sesuai dengang peraturan hukum.
Kaeda agama, kaedah kesusilaan
hanya memberikan kewajiban saja
(normatif), dan berisi aturan yang di tujukan
kepada sikap batin manusia.
Kaedah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja,
yang isi aturanya di tunjukan
kepada sikap lahir manisia.
3.
Asal
usul sangsinya.
Kaedah hukum asal usul sangsinya berasal dari luar dan di paksakan oleh kekuasan dari diri luar manusia(heteronom) , yaitu
alat perlengkapan Negara. Kaedah asal usul sangsinya juga berasal dari luar dan di paksakan oleh
kekuasan dari luar diri manusia
(heteronom), yaitu Allah SWT. Kaedah kesusilaan asal usul sangsinya berasal dari diri sendiri dan di paksakan oleh suarah hati masing-masing
pelanggaranya (otonom). Kaedah kesopana
asal usul sangsinya juga berasal
dari kekuasan luar memaksa , yaitu masyarakt.
4.
Kaedah
hukum sangsinya di paksakan oleh
masyarakat secarah resmi. Kaedah
agama sangsinya di paksa oleh Allah SWT.
Kaedah kesusilaan sangsinya
dipaksakan oleh diri sendiri. Kaedah
kesopanan sangsinya di paksakan oleh
masyarakat secara tidak resmi.
C.
Berlakunya Kaedah Hukum
Tentang landasan keberlakuan kaedah
hukum untuk menentukan sahnya suatu
kaedah hukum tedapat tiga landasan berikut.
1.
Landasan
yuridis yang menjadikan suatu kaeda hukum itu sah, karena:
a.
Proses
penentuanya memadai, baik karena sesuai prosedur yang berlaku
atau menurut cara yang telah di tetapkan (W. Sevenbergen)
b.
Sesuai
dengan pertingkatan hukum atau kaedah hukum
yang lebi tinggi (Hans Kelsen)
c.
Didasarkan
kepada system/ tertib hukum secara keseluruhan(Gustav Radbruch)
d.
Didasarkan
kepada adanya ikatan yang memaksa untuk bersikap tidak/ berperilaku pantas
berdasarkan hubungan kondisi dan
akibatnya (Logemann)
2.
Landasan
sosiologis, yaitu berdasarkan kepada penerimaan masyarakat terhadap suatu kaedah hukum, yang dapat di bedakan atas dua teori ,
yaitu:
a.
Teori
pengakuan, yang pada pokoknya beranggapan bahwa berlakuan kaedah hukum di dasarkan kepada adanya
pengakuan dan penerimaan oleh masyarakat.
b.
Teori
paksaan, yang menekankan kepada adanya unsure paksa dari penguasa
atau pejabat hukum agar kaedah hukum di patuhi oleh masyarakat.
3.
Landasan
filosofis, yaitu sesuai dengan cita-cita
hukum (rechts idée) sebagai nilai yang di anut
di dalam pergaulan hidup
masyarakat dengan orientasi
kepada kedamayan dan keadilan.
a.
Lingkup
laku wilaya yang menunjukan pada batas daratan, perairan dan angkasa di mana
kaedah hukum itu mengikat.
b.
Lingkup
laku pribadi, yang menunjukan aneka subjek hukum yang menjadi
sasaran kaedah hukum.
c.
Lingkup
laku masa yang menunjukan jangka waktu
berlakunya kaedah hukum.
d.
Lingkup
laku ikhwal yang berkaitan dengan peristiwa hukum apa saja yang di kuasai kaedah hukum.
BAB III. ISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU HUKUM
A.
Subjek hukum
(subjectum juris)
Setiap manusia baik warga Negara maupun orang asing dengan tidak memandang agama atau
budayanya adalah subjek hukum.
Manusia sebagai pembawa hak (subjek), mempunyai hak dan kewajiban untuk
melakukan tindakan hukum, seperti melakukan perjanjian, menikah, membuat
wasiat, dan lain-lain.
Menurut R. Soeroso
subjek hukum adalah:
1. Sesuatu yang menurut hukum
berhak/ berwewenang untuk melakukan
perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap untuk bertindak dalam
hukum.
2. Suatu pendukung hak yang
menurut hukum berwenang/ berkuasa
bertidak menjadi menjadi pendukung hak (rechtsbevoegd heid).
3. Segala sesuatu yang
menurut hukum mempunyai hak dan
kewajiban.
Subjek hukum
dapat di bedakan atas dua macam apabilah di lihat dari segi hakikatnya, yaitu:
1. Manusia/ orang
(natuurlijke person)
2. Badan hukum (rechts
person)
Manusia sebagai subjek hukum sejak saat di lahirkan
dan berakhir pada saat dia meninggal
dunia, bahkan seorang anak yang masi
dalam kandungan ibunya dapat di
anggap sebagai pembawa hak (di anggap telah lahir), apa bila kepentinganya memerlukanya ( untuk menjadi ahli waris).
Hal ini telah di
sebutkan dalam pasal 2 kitab Undang-Undang hukum perdata( KUH Perdata) yang
berbunyi:
Anak yang ada dalam
kandungan seorang perempuan, di anggap
sebagai telah di lahirkan, bila mana juga
kepentingan si anak
menghenakinya. Mati sewaktu di lahirkanya, di anggaplah ia tidak perna
ia ada.
Oleh karena itu, seorang
manusia di anggap cukup hukum harus memenuhi dua criteria, yaitu dewasa, sehat
rohani/jiwanya tidak di bawa pengampuanya.
Ada beapa golongan manusia yang
oleh hukum telah dinyatakan tidak cukup untuk melakukan sendiri perbuatan hukum
dan harus di wakili oleh orang lain( orang tua/walinya) yaitu:
1. Manusia yang masi bawa
umur (belum dewasa)
2. Manusia yang tidak sehat
pikiranya (gila)
3. Seorang wanita dalam
pernikaan (wanita kawin) yang di tunduk kepada kitab Undang-Undang hukum
perdata (KUH Perdata)
Ukuran dewasa seseorang manusia itu
berbeda-beda kiterianya menurut hukum/
Undang-Undang yang mengaturnya,misalnya:
1. Undang-Undang hukum
perdata (KUH Perdata), bahwa dewasanya
sorang pria adalah setelah ia berumur 18 tahun, dan dewasanya ntuk seorang wanita adalah setelah ia berumur 15 tahun (pasal 29
KUH Perdata).
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, bahwa dewasanya seorang pria adalah setelah ia berumur 19 tahun, dan
dewasanya seorang wanita adalah setelah
ia berumur 16 tahun ( pasal 7 ayat 1).
3. Hukum islam, bahwa
dewasanya seorang pria jika ia telah bermimpi basah, dan dewasanya seorang
wanita apabila ia haid. Ketentuan
dewasanya seseorang manusia menurut
ketiga peraturan tesebut adalah deasanya sebagai syarat untuk melakukan pernikahan.
B.
OBJEK HUKUM
Objek hukum adalah segalah
sesuatu yang berguna bagi subjek hukum
(manusia dan badan hukum),dan dapat menjadi pokok/objek suatu hubungan hukum,
karena hal itu dapat dikuasai oleh subjek hukum.
Menurut ilmu pengetahuan hukum, benda itu
dapat di artikan dalam arti luas dan sempit. Benda dalam arti luas adalah
segalah sesuatu yang dapat di miliki oleh orang. Pengertian ini meliputi
benda-benda yang dapat di lihat ,seperti
meja, kursi ,jam tangan, dan lain-lain.
Adapun benda dalam arti
sempit adalah segalah benda yang dapat di lihat. Menurut pasal 503 KUH Perdata, bahwa benda itu dapat di
bedakan menjadi dua yaitu:
1. Benda berwujut, yaitu
benda segalah sesuatu yang dapat dilihat dan di raba dengan panca indra, contoh
buku, ruma, tanah,meja, kursi, dan lain-lain.
2. Benda tidak berwujut,
yaitu semua hak, contoh hak cipta,hak atas merek, dan sebagainya.
Selanjutya di dalam pasal 504 KUH perdata, bahwa benda
itu dapat di bagi menjadi dua, yaitu:
1. Benda bergerak (benda
tidak tetap),yaitu benda yang dapat di pindakan.
2. Benda tetap (tidak
bergerak), yaitu benda yang tidak dapat di pindakan.
C.
ASAS HUKUM
Di dalam pembentukan suatu
hidup bersama yang baik, di tuntut pertimbangan tentang asas atau dasar dalam
membentuk hukum supaya sesuai dengan cita-cita dan kebutuhan hidup bersama.
Dengan demikian, asas hukum adalah prinsip yang di anggap dasar atau fundamen
hukum.
Contoh, asas hukum apabila
seseorang melakukan kesalahan yang
merugikan orang lain, harus mengganti kerugian tersebut, norma hukum yang berbunyi:
Tiap perbuatan melanggar
hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut (pasal 1365 KUH Perdata.
Asas- asas hukum menurut
Theo Huijbers ada tiga macam, yaitu:
1. Asas- asas hukum objektif
yang bersifat moral. Prinsip-Prinsip itu telah ada pada para pemikir Zaman Klasik dan abad pertenghan.
2. Asas hukum objektif yang
bersifat rasional, yaitu prinsip-prinsip
yang termasuk pengertian hukum dan aturan hidup bersama yang rasional.
3. Asas- asas huum
subjektif yang bersifat moral maupun
rasional, yakni hak-hak yang ada pada
manusia dan yang menjadi titik penolak pembentukan hukum.
Selanjutnya asas-asas
hukum menurut Sudikno Mertokusumo, di bagi menjadi dua, yaitu
1. Asas hukum umum iyalah
asas hukum yang berhubungan dengan seluru bidang hukum, seperti sertitutio in integrum, asas lex posteriori
derogate legi priori, asas bahwa apa
yang lahirnya tampak benar, untuk sementara harus dianggap demiian sampai di putus (lain) oleh hakim.
2. Asas hukum kusus
berfungsi dalam bidang yang lebi sempit
seperti dalam bidang hukum perdata,
hukum pidana dan sebagainya, yang sering merupakan penjabaran dari asas hukum
umum, seperti asas pacta sunt servanda, asas konsessualisme, asas paraduga tak
bersalah.
Berdasarkan uaiyan di
atas, dapat di kemukakan bahwa asas hukum itu bukanla norma hukum yang kongret,
tetapi merupakan latar belakan dari peraturan
kongret, karena ia adalah dasar pikiran
yang umum dan absrak dan mendasari
lahirnya setiap peraturan hukum.
Dengan demikian, perbedaan antara asas dan norma adalah:
1. Asas merupakan dasar
pikiran yang umum dan absrak, sedangkan norma merupakan peratran yang riil.
2. Asas adalah suatu idea tau
konsep, sedangkan norma adalah penjabaran dari de tersebut.
3. Asas hukum tidak mempunyai
sangsi, sedangkan norma mempunyai sangsi.
BAB IV
TUJUAN, FUNGSI DAN SUMBER-SUMBER HUKUM
A. Tujuan hukum menurut teori
1. Teori etis (etische theorie)
Teori ini mengajarkan bahwa
hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Menurut teori ini, isi
hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai apa yang
adil dan apa yang tidak adil. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh
Aristoteles filsuf Yunani dalam bukunya Ethica Nicomachea dan Rhetorica yang
menyatakan ”hukum mempunyai tugas yang suci yaitu memberi kepada setiap
orang yang berhak menerimanya”. Selanjutnya Aristoteles membagi keadilan
dalam 2 jenis, yaitu :
1. Keadilan
distributif, yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut
jasanya. Artinya, keadilan ini tidak menuntut supaya setiap orang mendapat
bagian yang sama banyaknya atau bukan persamaannya, melainkan kesebandingan
berdasarkan prestasi dan jasa seseorang.
2. Keadilan
komutatif, yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah yang sama
banyaknya tanpa mengingat jasa masing-masing. Artinya hukum menuntut adanya
suatu persamaan dalam memperoleh prestasi atau sesuatu hal tanpa
memperhitungkan jasa masing-masing.
Keadilan
menurut Aristoteles bukan berarti penyamarataan atau tiap-tiap orang memperoleh
bagian yg sama.
2. Teori utilitas (utiliteis theorie)
Menurut
teori ini, tujuan hukum ialah menjamin adanya kemamfaatan atau kebahagiaan
sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya. Pencetus teori ini adalah
Jeremy Betham. Dalam bukunya yang berjudul “introduction to the morals
and legislation” berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan
semata-mata apa yang berfaedah/mamfaat bagi orang.
Apa yang dirumuskan oleh
Betham tersebut diatas hanyalah memperhatikan hal-hal yang berfaedah dan tidak
mempertimbangkan tentang hal-hal yang konkrit. Sulit bagi kita untuk menerima
anggapan Betham ini sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, bahwa apa yang
berfaedah itu belum tentu memenuhi nilai keadilan atau dengan kata lain apabila
yang berfaedah lebih ditonjolkan maka dia akan menggeser nilai keadilan
kesamping, dan jika kepastian oleh karena hukum merupakan tujuan utama dari
hukum itu, hal ini akan menggeser nilai kegunaan atau faedah dan nilai keadilan.
3.
Teori campuran
Teori
ini dikemukakan oleh Muckhtar Kusmaatmadja bahwa tujuan pokok dan pertama dari
hukum adalah ketertiban. Di samping itu tujuan lain dari hukum adalah
tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan
zamannya.
4.Teori
normatif-dogmatif,
tujuan hukum adalah semata-mata untuk
menciptakan kepastian hukum (John Austin dan van Kan). Arti kepastian hukum
disini adalah adanya melegalkan kepastian hak dan kewajiban.
Van
Kan berpendapat tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak
diganggu dan terjaminnya kepastiannya.
5. Teori Peace (damai sejahtera)
Menurut
teori ini dalam keadaan damai sejahtera (peace) terdapat kelimpahan, yang kuat
tidak menindas yang lemah, yang berhak benar-benar mendapatkan haknya dan
adanya perlindungan bagi rakyat. Hukum harus dapat menciptakan damai dan
sejahtera bukan sekedar ketertiban.
B.Tujuan
hukum menurut pendapat ahli :
1.
Purnadi dan Soejono Soekanto, tujuan hukum
adalah kedamaian hidup antar pribadi yang pribadi dan meliputi ketertiban ekstern antara ketenangan intern pribadi.
2.
van
Apeldoorn, tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.
Hukum menghendaki perdamaian. Perdamain diantara manusia dipertahankan oleh
hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu,
kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda terhadap pihak yg merugikan
3.
R.
Soebekti, tujuan hukum adalah bahwa hukum itu mengabdi kepada tujuan negara
yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan para rakyatnya. Hukum melayani
tujuan negara tersebut dengan menyelenggarakan “keadilan” dan “ketertiban”
4.
Aristoteles,
hukum mempunyai tugas yang suci yaitu memberi kepada setiap orang yang ia
berhak menerimanya. Anggapan ini berdasarkan etika dan berpendapat bahwa hukum
bertugas hanya membuat adanya keadilan saja
5.
SM.
Amin, SH tujuan hukum adalah mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia,
sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara
6.
Soejono
Dirdjosisworo, tujuan hukum adalah melindungi individu dalam hubngannya dengan
masyarakat, sehingga dengan demikian dapat diiharapkan terwujudnya keadaan
aman, tertib dan adil7. Roscoe Pound, hukum bertujuan untuk
merekayasa masyarakat artinya hukum sebagai alat perubahan sosial (as a
tool of social engeneering), Intinya adalah hukum disini sebagai
sarana atau alat untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik, baik secara
pribadi maupun dalam hidup masyarakat.
7.
.Bellefroid,
tujuan hukum adalah menambah kesejahteraan umum atau kepentingan umum yaitu
kesejahteraan atau kepentingan semua anggota2 suatu masyarakat.
8.
Van
Kant, hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap2 manusia supaya kepentingan itu
tidak dapat diganggu.
9.
Suharjo
(mantan menteri kehakiman), tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia baik
secara aktif maupun secara pasif. Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya untuk
menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang manusia dalam proses yang
berlangsung secara wajar. Sedangkan yang dimaksud secara pasif adalah
mengupayakan pencegahan atas upaya yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak
secara tidak adil.
Usaha mewujudkan pengayoman
ini termasuk di dalamnya diantaranya :
a. mewujudkan
ketertiban dan keteraturan
b. mewujudkan
kedamaian sejati
c. mewujudkan keadilan
bagi seluruh masyarakat
d. mewujudkan
kesejahteraan seluruh rakyat
Kesimpulan Tujuan Hukum :
1. Tujuan hukum itu sebenarnya
menghendaki adanya keseimbangan kepentingan,
2. ketertiban, keadilan, ketentraman,
kebahagiaan,damani sejahtera setiap manusia.
3. Dengan demikian jelas bahwa
yang dikehendaki oleh hukum adalah agar kepentingan setiap orang baik secara
individual maupun kelompok tidak diganggu oleh orang atau kelompok lain yang
selalu menonjolkan kepentingan pribadinya atau kepentingan kelompoknya.
4. Inti tujuan hukum
adalah agar tercipta kebenaran dan keadilan
D. Fungsi Hukum
1.
Hukum
berfungsi sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Hukum sbg
petunjuk bertingkah laku untuk itu
masyarakat harus menyadari adanya perintah dan larangan dalam hukum sehingga
fungsi hukum sebagai alat ketertiban masyarakat dapat direalisir.
2.
Hukum
sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin. Hukum yg bersifat
mengikat, memaksa dan dipaksakan oleh alat negara yang berwenang membuat orang
takut untuk melakukan pelanggaran karena ada ancaman hukumanya (penjara, dll)
dan dapat diterapkan kepada siapa saja. Dengan demikian keadilan akan tercapai.
3.
Hukum
berfungsi sebagai alat penggerak pembangunan karena ia mempunyai daya mengikat
dan memaksa dapat dimamfaatkan sebagai alat otoritas untuk mengarahkan
masyarakat ke arah yg maju.
4.
Hukum
berfungsi sebagai alat kritik. Fungsi ini berarti bahwa hukum tidak hanya
mengawasi masyarakat semata-mata tetapi berperan juga untuk mengawasi pejabat
pemerintah, para penegak hukum, maupun aparatur pengawasan sendiri. Dengan
demikian semuanya harus bertingkah laku menurut ketentuan yg berlaku dan
masyarakt pun akan merasakan keadilan.
5.
Hukum
berfungsi sebagai sarana untuk menyelesaikan pertingkaian. Contoh kasus tanah.
D. Sumber-sumber hukum :
1. Pengertian sumber
hukum
Sumber
hukum adalah segala apa saja (sesuatu) yang menimbulkan aturan-aturan yg
mempunyai kekuatan mengikat dan bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang
kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.
Yang dimaksud dengan segala apa saja (sesuatu) yakni faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hukum, faktor-faktor yang merupakan sumber kekuatan berlakunya hukum secara formal, darimana hukum itu dapat ditemukan. dsb.
Yang dimaksud dengan segala apa saja (sesuatu) yakni faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hukum, faktor-faktor yang merupakan sumber kekuatan berlakunya hukum secara formal, darimana hukum itu dapat ditemukan. dsb.
Kansil
,SH sumber hukum adalah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang
mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa yakni aturan2 yang kalau dilanggar mengakibatkan sangsi yang tegas dan nyata.
Meskipun pengertian sumber hukum dipahami secara beragam, sejalan dengan pendekatan yang digunakan dan sesuaio dengan latar belakang dan pendidikannya, secara umum dapat disebutkan bahwa sumber hukum dipakai orang dalam dua arti. Arti yang pertama untuk menjawab pertanyaan “mengapa hukum itu mengikat ?” Pertanyaan ini bisa juga dirumuskan “apa sumber (kekuatan) hukum hingga mengikat atau dipatuhi manusia”. Pengertian sumber dalam arti ini dinamakan sumbe hukum dalam arti materiil. Kata sumber juga dipakai dalam arti lain, yaitu menjawab pertanyaan “dimanakah kita dapatkan atau temukakan aturan-aturan hukum yanmg mengatur kehidupan kita itu ?” Sumber dalam arti kata ini dinamakan sumber hukum dalam arti formal”. Secara sederhana, sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan hukum serta tempat ditemukakannya aturan-aturan hukum.
2. Macam-macam
sumber hukum
Sebagaimana diuraikan
diatas ada 2 sumber hukum yatu sumber hukum dalam arti materil dan formil.
a. Sumber
hukum materiil
Sumber hukum materiil
adalah faktor yg turut serta menentukan isi hukum. Dapat ditinjau dari berbagai
sudut misalnya sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, agama, dll. Dalam
kata lain sumber hukum materil adalah faktor-faktor masyarakat yang
mempengaruhi pembentukan hukum (pengaruh terhadap pembuat UU, pengaruh terhadap
keputusan hakim, dsb). Atau faktor yang ikut mempengaruhi materi (isi) dari
aturan-aturan hukum, atau tempat darimana materi hukum tiu diambil. Sumber
hukum materil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum.
Faktor tersebut adalah
faktor idiil dan faktor kemasyarakatan.
Faktor idiil adalah patokan-patokan yang tetap mengenai keadilan yang harus ditaati oleh para pembentuk UU ataupun para pembentuk hukum yang lain dalam melaksanakan tugasnya.
Faktor idiil adalah patokan-patokan yang tetap mengenai keadilan yang harus ditaati oleh para pembentuk UU ataupun para pembentuk hukum yang lain dalam melaksanakan tugasnya.
Faktor kemasyarakatan adalah hal-hal yang benar-benar hidup dalam masyarakat dan tunduk pada aturan-aturan yang berlaku sebagai petunjuk hidup masyarakat yang bersangkutan. Contohnya struktur ekonomi, kebiasaan, adat istiadat, dll
Dalam berbagai kepustakan
hukum ditemukan bahwa sumber hukum materil itu terdiri dari tiga jenis yaitu
(van Apeldoorn) :
1) Sumber hukum historis (rechtsbron in
historischezin) yaitu tempat kita dapat menemukan hukumnya dalam sejarah atau
dari segi historis. Sumber hukum ini dibagi menjadi :
a) Sumber
hukum yg merupakan tempat dapat ditemukan atau dikenal hukum secara historis :
dokumen-dokumen kuno, lontar, dll.
b)Sumber hukum yg merupakan
tempat pembentuk UU mengambil hukumnya.
2) Sumber hukum
sosiologis (rechtsbron in sociologischezin) yaitu Sumber hukum dalam arti
sosiologis yaitu merupakan faktor-faktor yang menentukan isi hukum positif,
seperti misalnya keadaan agama, pandangan agama, kebudayaan dsb.
3) Sumber
hukum filosofis (rechtsbron in filosofischezin) sumber hukum ini dibagi lebih
lanjut menjadi dua :
a) Sumber isi hukum;
disini dinyatakan isi hukum asalnya darimana.
Ada tiga pandangan yang mencoba menjawab pertanyaan ini yaitu:
Ø pandangan theocratis,
menurut pandangan ini hukum berasal dari Tuhan
Ø pandangan hukum kodrat;
menurut pandangan ini isi hukum berasal dari akal manusia
Ø pandangan mazhab hostoris;
menurut pandangan isi hukum berasal dari kesadaran hukum.
b) Sumber
kekuatan mengikat dari hukum yaitu mengapa hukum mempuyai kekuatan mengikat,
mengapa kita tunduk pada hukum
b. Sumber
hukum formal
Sumber hukum formal adalah
sumber hukum dengan bentuk tertentu yang merupakan dasar berlakunya hukum
secara formal. Jadi sumber hukum formal merupakan dasar kekuatan mengikatnya
peraturan-peraturan agar ditaati oleh
Masyaraka tmaupun oleh penegak hukum.
Apa beda antara undang-undang dengan peraturan perundang-undangan ?
Undang-undang
dibuat oleh DPR persetujuan presiden, sedangkan peraturan perundang-undangan
dibuat berdasarkan wewenang masing-masing pembuatnya, seperti PP, dll atau Peraturan Perundang- undangan adalah peraturan tertulis yang
dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara
umum (Pasal 1 ayat 2 UU No. 10 tahun 2004)
E. Macam-macam sumber hukum
formal :
a. Undang-undang, yaitu suatu peraturan
negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh
penguasa negara
Menurut Buys, Undang-Undang itu mempunyai 2
arti :
Ø Dalam arti formil, yaitu setiap keputusan
pemerintah yang merupakan UU karena cara pembuatannya (misalnya, dibuat oleh
pemerintah bersama-sama dengan parlemen)
Ø Dalam arti material,
yaitu setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat setiap penduduk.
Menurut UU No. 10 tahun
2004 yang dimaksud dengan UU adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk
oleh DPR dengan persetujuan bersama Presiden (pasal 1 angka 3)
Syarat
berlakunya ialah
diundangkannya dalam lembaran negara (LN = staatsblad) dulu oleh
Menteri/Sekretaris negara. Sekarang oleh Menkuhham (UU No. 10 tahun 2004).
Tujuannya agar setiap orang dapat mengetahui UU tersebut (fictie=setiap orang
dianggap tahu akan UU = iedereen wordt geacht de wet te kennen, nemo
ius ignorare consetur= in dubio proreo, latin).
Konsekuensinya
adalah ketika seseorang melanggar ketentuan hukum tidak boleh beralasan bahwa
ketentuan hukum itu tidak diketahuinya. Artinya apabila suatu ketentuan
perundang-undangan itu sudah diberlakukan (diundangkan) maka dianggap
(difiksikan) bahwa semua orang telah mengetahuinya dan untuk itu harus ditaati.
Berakhirnya/tidak
berlaku lagi jika :
a. Jangka waktu berlakunya
telah ditentukan UU itu sudah lampau
b.
Keadaan
atau hal untuk mana UU itu diadakan sudah tidak ada lagi
c.
. UU
itu dengan tegas dicabut oleh instansi yang membuat atau instansi yang lebih tinggi.
d.
Telah
ada UU yang baru yang isinya bertentangan atau berlainan dgn UU yg dulu
berlaku.
Lembaran negara (LN) dan
berita negara :
LN
adalah suatu lembaran (kertas) tempat mengundangkan (mengumumkan) semua peraturan negara dan pemerintah agar sah
berlaku. Penjelasan daripada suatu UU dimuat dlm tambahan LN, yg mempunyai
nomor urut. LN diterbitkan oleh Menteri sekretaris negara, yg disebut dgn tahun
penerbitannya dan nomor berurut, misalnya L.N tahun 1962 No. 1 (L.N.1962/1)
Berita
negara adalah suatu penerbitan resmi sekretariat negara yg memuat hal-hal yang
berhubungan dengan peraturan-peraturan negara dan pemerintah dan memuat
surat-surat yang dianggap perlu seperti : Akta pendirian PT, nama orang-orang
yang dinaturalisasi menjadi WNI, dll,
Catatan
: Jika berkaitan dengan peraturan daerah diatur dalam lembaran daerah
Kekuatan
berlakunya undang-undang :
Ø UU mengikat sejak
diundangkan berarti sejak saat itu orang wajib mengakui eksistensinya UU.
Ø Sedangkan kekuatan
berlakunya UU berarti sudah menyangkut berlakunya UU secara operasional.
Ø Agar UU mempunyai kekuatan
berlaku ahrus memenuhi persyaratan yaitu 1). Kekuatan berlaku yuridis, 2).
Kekuatan berlaku sosiologis dan, 3) kekuatan berlaku fiolosofis.
Jenis
dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut (Pasal 7 UU
No. 10/2004) :
1. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
3. Peraturan
Pemerintah;
4. Peraturan
Presiden;
5. Peraturan
Daerah (propinsi, kabupaten, desa)
B. Kebiasaan (custom)
Kebiasaan adalah perbuatan
manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu
kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat dan kebiasaan itu selalu
berulang-ulang dilakukan sedemikan rupa, sehingga tindakan yang berlawanan
dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan
demikian timbullah suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang
sebagai hukum.
Contoh apabila seorang
komisioner sekali menerima 10 % dari hsil penjualan atau pembelian sebagai upah
dan hal ini terjadi berulang dan juga komisioner yg lainpun menerima upah yang
sama yaitu 10 % maka oleh karena itu timbul suatu kebiasaan yg lambat lalun berkemban gmenjadi hukum kebiasaan.
Namun demikian tidak semua kebiasaan itu pasti mengandung hukum yang baik dan adil oleh sebab itu belum tentu kebiasaan atau adat istiadat itu pasti menjadi sumber hukum formal.
Namun demikian tidak semua kebiasaan itu pasti mengandung hukum yang baik dan adil oleh sebab itu belum tentu kebiasaan atau adat istiadat itu pasti menjadi sumber hukum formal.
Adat
kebiasaan tertentu di daerah hukum adat tertentu yg justru sekarang ini
dilarang untuk diberlakukan karena dirasakan tidak adil dan tidak
berperikemanusiaan sehingga bertentangan denagan Pancasila yang merupakan
sumber dari segala sumber hukum, misalnya jika berbuat susila/zinah, perlakunya
ditelanjangi kekeliling kampung.
Untuk
timbulnya hukum kebiasaan diperlukan beberapa syarat :
1. Adanya perbuatan tertentu
yg dilakukan berulang2 di dalam masyarakat tertentu (syarat materiil)
2.
Adanya
keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan (opinio necessitatis = bahwa
perbuatan tsb merupakan kewajiban hukum atau demikianlah seharusnya) = syarat
intelektual.
3.
Adanya
akibat hukum apabila kebiasaan itu dilanggar.
Selanjutnya kebiasaan akan
menjadi hukum kebiasaan karena kebiasaan tersebut dirumuskan hakim dalam
putusannya. Selanjutnya berarti kebiasaan adalah sumber hukum.
Kebiasaan adalah bukan
hukum apabila UU tidak menunjuknya (pasal 15 AB = (Algemene Bepalingen van
Wetgeving voor Indonesia = ketentuan2 umum tentang peraturan per UU an untuk
Indonesia
Disamping kebiasaan ada
juga peraturan yang mengatur tata pergaulan masyarakat yaitu adat istiadat.
Adat istiadat adalah himpunan kaidah sosial yang sudah sejak lama ada dan
merupakan tradisi serta lebih banyak berbau sakral, mengatur tata kehidupan
masyarakat tertentu. Adat istiadat hidup dan berkembang di masyarakat tertentu
dan dapat menjadi hukum adat jika mendapat dukungan sanksi hukum. Contoh
Perjanjian bagi hasil antara pemilik sawah dengan penggarapnya. Kebiasaan untuk
hal itu ditempat atau wilayah hukum adat tertentu tidak sama dengan yang
berlaku di masyarakat hukum adat yang lain. Kebiasaan dan adat istiadat itu
kekuatan berlakunya terbatas pada masyarakat tertentu.
C. Jurisprudensi (keputusan2
hakim)
Adalah keputusan hakim yang
terdahulu yag dijadikan dasar pada keputusan hakim lain sehingga kemudian
keputusan ini menjelma menjadi keputusan hakim yang tetap terhadap
persoalan/peristiwa hukum tertentu.Seorang hakim mengkuti keputusan hakim yang
terdahulu itu karena ia sependapat dgn isi keputusan tersebut dan lagi pula
hanya dipakai sebagai pedoman dalam mengambil sesuatu keputusan mengenai suatu
perkara yang sama.
Ada
2 jenis yurisprudensi :
1. Yurisprudensi
tetap keputusan hakim yg terjadi karena rangkaian keputusan yang serupa dan dijadikan dasar atau patokanuntuk
memutuskan suatu perkara (standart arresten)
2. Yurisprudensi
tidak tetap, ialah keputusan hakim terdahulu yang bukan standart arresten.
D. Traktat (treaty)
Traktat adalah perjanjian
yang diadakan oleh 2 negara atau lebih yang mengikat tidak saja kepada
masing-masing negara itu melainkan mengikat pula warga negara-negara dari
negara-negara yang berkepentingan.
Macam-macam Traktat :
a. Traktat bilateral, yaitu
traktat yang diadakan hanya oleh 2 negara, misalnya perjanjian internasional
yang diadakan diadakan antara pemerintah RI dengan pemerintah RRC tentang
“Dwikewarganegaraan”.
b.Traktat multilateral,
yaitu perjanjian internaisonal yang diikuti oleh beberapa negara, misalnya
perjanjian tentang pertahanan negara bersama negara-negara Eropa (NATO) yang
diikuti oleh beberapa negara Eropa.
E. Perjanjian (overeenkomst)
adalah suatu peristiwa dimana dua orang atau
lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu.
Para pihak yang telah saling sepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan,
berkewajiban untuk mentaati dan melaksanakannya (asas (pact sunt servanda).
F. Pendapat sarjana hukum
(doktrin)
adalah
pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu
pengetahuan hukum. Doktrin ini dapat menjadi dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusannya.
Sumber
hukum menurut Algra :
Ø Sumber materiil, yaitu
tempat darimana materi hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan
faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, hubungan
kekuatan politik, situasi sosial ekonomi, kebudayaan, agama, keadaan geografis,
dsb.
Ø
Sumber
hukum formil, yaitu tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh
kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan
peraturan hukum itu formal berlaku, misalnya UU, perjanjian antar negara,
yurisprudensi dan kebiasaan.
Sumber
hukum menurut Ahmad Sanusi :
Ø . Sumber hukum normal
:
·
Sumber
hukum normal yang langsung atas pengakuan UU yaitu, UU, perjanjian antar negara
dan kebiasaan.
·
Sumber
hukum normal yang tidak langsung atas pengakuan UU, yaitu perjanjian doktrin
dan yurisprudensi.
Ø Sumber hukum abnormal yaitu
:
·
Proklamasi
·
Revolusi
·
Coup
d’etat
Sumber
hukum menurut van Apeldoorn :
Ø Sumber hukum dalam arti
historis, yaitu tempat kita dapat menemukan hukumnya dalam sejarah atau dari
segi historis. Sumber hukum ini dibagi menjadi :
·
. Sumber
hukum yg merupakan tempat dapat ditemukan atau dikenal hukum secara historis :
dokumen-dokumen kuno, lontar, dll.
·
Sumber
hukum yg merupakan tempat pembentuk UU mengambil hukumnya.
Ø . Sumber hukum dalam
arti sosiologis yaitu merupakan faktor-faktor yang menentukan isi hukum
positif, seperti misalnya keadaan agama, pandangan agama, kebudayaan dsb.
Ø Sumber hukum dalam arti
filosofis, sumber hukum ini dibagi lebih lanjut menjadi dua :
·
Sumber
isi hukum; disini dinyatakan isi hukum asalnya darimana.
Ada tiga pandangan yang
mencoba menjawab pertanyaan ini yaitu :
pandangan theocratis,
menurut pandangan ini hukum berasal dari Tuhan
pandangan hukum kodrat;
menurut pandangan ini isi hukum berasal dari akal manusia
pandangan mazhab hostoris;
menurut pandangan isi hukum berasal dari kesadaran hukum.
·
. Sumber
kekuatan mengikat dari hukum yaitu mengapa hukum mempuyai kekuatan mengikat,
mengapa kita tunduk pada hukum
Ø Sumber hukum dalam arti
formil, yaitu sumber hukum dilihat dari cara terjadinya hukum positif merupakan
fakta yang menimbulkan hukum yang berlaku yang mengikat hakim dan penduduk.
BAB V.
SISTEM HUKUM
A.MACAM-MACAM SISTEM HUKUM
1.
Sistem Hukum Eropa kontimental
System
hukum ini berkembang di Negara-negara Eropa daratan yang sering di sebut
sebagai “CIVIL LAW” sebenarnya semua
berasal dari kondifikasi hukum yang berlaku di kekasirannya romawi
pada masa pemerintahan kaisar Justinianus abad VI sebelum masehi.
Peraturan-peraturan hukumnya merupakan kumpulan dari berbagai kaeda hukum yang
ada sebelum masa justinianus yang kemudian di sebut”Corpus Juris Civilis” dalam
perkembanganya, prinsip-prisip hukum yang terapat pada Corpus Juris Civilis itu
di jadikan dasar perumusan dan kondiikasi hukum di Negara-negara Eropa daratan,
seperti jerman, belanda,prancis dan italia,juga amerika latin dan asia termasuk
Indonesia pada masa penjajahan pemerintah Belanda.
2.
System hukum Anglo Saxon (Anglo
Amerika)
Sistem
hukum Ango Saxon kemudian di kenal dengan sebutan “Anglo Amerika.” System hukum
mulai berkembang di ingris pada abad XI yang sering di sebut sebagai system
“Common Low” dan system “ Unwritten Low” (tidak tertulis)
System
hukum nglo Amerika ini dapat berkembangnya melandasi pulah hukum positif di
Negara-Negara Amerika utara, seperti kanada dan berapa Negara asia yang
termasuk Negara- Negara persemakmuran ingris dan Australia, selain di amerika serikat sendiri.
Sumber
hukum dalam system hukum Anglo Amerika ialah” ptusan-putusan ham/peradilan”
(judicial decisions). Melalui ptusan-putusan hakim yang mewujutkan kepastian
hukum, prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah hukum di bentuk dan menjadi kaedah
yang mengikat umum.
System
hukum Anglo Amerika menganut suatu dokrin yang di kenal dengan nama “ the
doctrine of precedent/ Stare Decisis” pada hakikatnya dokrin ini menyatakan
bahwa dalam memutskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusanya
pada prinsip hukum yang sudah ada dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis
sebelunya(preseden).
Dalam
perkembangan system hukm Anglo Amerika itu mengenal pula pembagian “hukum
public dan hukum privat”
3.
Sistem hukum adat
System hukum ini haya dapat dalam
lingkungan kehidupan sosial di Indonesia Negara-Ngara Asia lainya, seperti, Cina,
India, jepang dan ainya. Istilah berasal
dari bahasa Belanda”Adatrecht” yang untuk pertamakali di kemukakan oleh Snouck
Hurgronje. Pengertian hukum adat yang di gunakan oleh Mr. C. van Vollenhoven
(1928) mengandung makna bahwa hukum Indonesia dan kesusilaan masyarakat
merupakan hukum Adat.
System
hukum adat bersumber pada peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh
berkembang dan di pertahankan dengan kesadaran hukum masyarakat. Hukum adat itu
mempunyai tipe yang bersifat tradisonal dengan berpangkal kepada kehendak nenek moyang.
Dari sumber hukum yang tidak tertulis
itu, hukum adat dapat memperlihatkan kesanggupanya untuk menyeswaikan diri dan
elastic. Misalnya orang Maluku utara mendatangi
daera jawa harus menyeswaikan dengan tradisi jawa, sebaliknya juga orang
jawa dating di ternate harus menyeswaikan dengan tradisi ternate.
4.
Sistem Hukum Islam
Sistem hkum ini semula di anut oleh
masyaakat Arab sebagai awal dari timbulya dan penyebaran Agama Islam. Kemudian
berkembang dari Negara-Negara seperti di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika
secara indifidual atau kelompok. Sementara itu untuk berapa Negara di Asia
dan Afrika berkembang sampai pada Indonesia.
Berikut ini sumber hukum dalam system
hukum Islam:
1.
Al,
qur,an yaitu kitab suci dari kaum muslimin yang di wahyukan oleh Allah SWT,
kepada Nabi Muhammad Rasul Allah, dengan perantara malaikat Jibril.
2.
Sunna
nabi, ialah cara hidup dari Nabi Muhammad
atau cerita-cerita (hadis) mengenai Nabi Muhammad.
3.
Ijma,
iyalah kesepakatan para ulama besar tentang suatu hal dalam cara bekerja(berorganisasi).
BAB. VI. DISIPLIN
HUKUM
Sebagaimana telah di kemukakan, di siplin hukum adalah sistem
ajaran mengenai kenyataan atau gejala-gejala hukum yang ada dan “hidup” di
tengah pergaulan.
1.
Ilmu hukum
Secara garis besar ilmu hukum dapat
di jelaskan sebagai berikut.
a.
Ilmu
hukum adalah ilmu pengetahuan mengenai masalah yang bersifat manusiawi,
pengetahuan tentang yang benar dan yang tidak benar menurut harkat kemanusian .
b.
Ilmu
yang formal tentang positif.
c.
Sintesa
ilmia tentang asas-asas yang pokok dari hukum.
d.
Penyelidikan
oleh para ahli hukum tentang norma-norma, cita-cita dan teknik-teknik hukum
dengan menggunakan pengetahuan yang di peroleh dari berbagai disiplin di luar
hukum yang muktahir.
e.
Ilmu
hukum adalah nama yang di berikan kepada suatu cara untuk untuk mempelajari
hukum, suatu penyelidikan yang bersifat absrak, umum dan teroritis, yang
berusaha mengunggkapkan asas-asas yang pokok dari hukum.
f.
Ilmu
hukum, adalah ilmu tentanghukum dalam seginnya
yang paling umum. Segenap usaha untuk mengembalikan suatu kasus kepada
suatu peraturan, adalah suatu kegiatan ilmu hukum, sekalipun nama yang
umumnya dipakai dalam bahasa ingris
dibatasi pada artinya sebagai aturan –aturan yang paling luas dan konsep yang paling
fundamental.
g.
Teori
ilmu hukum menyakut pemikiran mengenai hukum atas dasar yang paling luas.
h.
Suatu
diskusi teoritis yang umum mengenai hukum dan asas-asas sebagai lawan dari
studi mengenai peraturan-peraturan hukum yang kongkrit.
i.
Ia
meliputi pencarian kea rah konsep-konsep yang tuntas yang mampu untuk
memberikan ekpresi yang penuh arti bagi semua cabang ilmu hukum.
j.
Ilmu
hukum adalah pengetahuan tentang hukum dalam segalah bentuk dan manifestasinya.
k.
Pokok
bahasa ilmu hukum adalah luas sekalian meliputi hal-hal yang filsafati,
sosiologis, historis maupun komponen-komponen analitis dan teori hukum.
l.
Ilmu
hukum berarti setiap pemikiran yang teliti dan berbobot mengenai semua tingkat
kehidupan hukum, asal pemikiran itu
Menjangkau
keluar batas pemecahan suatu suatu proplem yang kongrit , jadi ilmu hukum
meliputi semua macam generalisasi. Yang jujur dan di pikirkan masak-masak di
bidang hukum. (Sajipto Rahardjo, 1982).
Dengan
berbagai pendapat tersebut (f dan I adalah pandangan Sajipto Rahardjo) maka
akan semakin jelaslah mengenai ruang lingkup yang di pelajari oleh ilmu hukum.
Termasuk dalam ilmu hukum ini adalah:
a. Ilmu kaedah, yaitu ilmu yang menelaah hukum sebagai kaedah atau
sistem kaedah-kaedah dengan dokmatik hukum dan sistematik hukum.
b. Ilmu pengertian, yakni ilmu tentang pengertian-pengertian pokok
dalam hukum, seperti misalnya subjek hukum , hak dan kewajiban, peristiwa
hukum, hubungan hukum dan objek hukum.
c. Ilmu kenyataan, yang menyoroti hukum sebagai perilakuan atau sikap
tindak, yang antara lain di pelajari dalam sosiologi hukum, antropologi hukum,
psikologi hukum, perbandingan hukum dan sejarah hukum(purnadi purbacaraka,
Soejono Soekanto, 1978).
2.
Filsafat Hukum
Filsafat
hukum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pertanyaan-pertanyaan mendasar
dari hukum. Atau ilmu pengtahuan tentang hakikat hukum. Dikemukakan dalam ilmu
ini tentang dasar-dasar kekuatan mengikat dari hukum.
3.
Politik Hukum
Masyarak
yang teratur senantiasa memiliki tujuan untuk mensejatrakan warganya sebagai
missal, politik hakikatnya adalah sarana untuk mencapai tujuan tersebut yang
untuk itu di dahului proses pemilihan tujuan, oleh karenanya politik
adalah juga aktifitas memilih tujuan
tertentu. Dalam hukum di jumpai kaedah yang sama. Hukum yang berusaha memilih
tujuan dan carah mencapai tujuan tersebut adalah termasuk bidang politik hukum.
BAB VII. ALIRAN HUKUM
Beberapa
aliran atau mazhab dalam pemikiran tentang hukum, dipandang sangat penting
karena mempunyai pengaruh luas bagi pengelolahan hukum lebi lanjut, seperti
dalam pembuatan Undang-Undang dan penerapan hukum termasuk dalam proses
peralihan. Atau dengan kata lain beberapa aliran pemikiran hukum mewarnai
praktek hukum.
1.
Aliran Logisme
Aliran
ini menganggap bahwa semua hukum terdapat dalam undang-undang. Atau berarti
hukum ienti dengan Undang-Undang. Hakim didalam melakuan tugasnya terikat pada
Undang-Undang, sehingga pekerjaanya hanya berlakkan pelaksana Undang-Undang
belaka (wetstoepassing), dengan jalan pembentukan silogisme hukum, atau
juridiscbesylogisme, yaitu suatu deduksi logis dari suatu perumusan yang luas,
kepada kaedah kusus, sehingga sampai kepada satu kesimpulan.
Aliran
logisme berkeyakinan bahwa semua persoalan sosial akan segera terselesaikan
apabilah telah di keluarkan Undang-Undang yang mengaturnya. Undang-Undang di
anggapnya sebagai obat yang mujarab, obat yang manjur. Undang-Undang adalah
segala-galanya, sekalipun pada kenyataan yang tidak demikian. Pengaru aliran
ini masi berlangsung dari beberapa Negara yang telah maju sekalipun.
2.
Aliran Freie Recbtsbwegung
Aliran
ini berpandangan secara bertolak belakang dengan paham logisme. Ia beranggapan
bahwa di dalam melaksanakan tugasnya seorang hakim bebas untuk melakukan menurut
Undang-Undang atau tdak. Hal ini di sebabkan karena pekerjaan hakim adalah
melakukan penciptaan hukum. Akibatnya adalah baha memahami yuripudensi
merupakan hal yang primer di dalam mempelajari hukum, sedangkan Undang-Undang
merupakan hal yang sekunder, pada aliran ini hakim benar-benar sbagai pencipta
hukum(judge made law) karena keputusan yang berdasarkan keyakinanya merupakan
hukum. Dan keputusan ini bersifat dinamis dan upto dade karena senantiasa
memperhatikan kaedah dan perkembangan masyarakat.
3.
Aliran Recbtsvinding
Aliran
recbtsvinding dapat di anggap sebagai aliran tengah di antara aliran-aliran
logisme dan freie rechtsbewegung. Menurut paham ini, benar-benar bahwa hakim
terikat pada Undang-Undang, akan tetapi tidak seketat seperti menuut pandangan
aliran logisme. Karena hakim juga memiliki kebebasan.
Dari
anggapan aliran rechtsvinding teruai di atas dapat di ketahui pentingnya
yuripudensi untuk di pelajari, di samping perundang-undangan. Kelengkapan dalam
studi demi penghayatan dan pemahaman hukum berusaha belajar dari undang-undang
dan yuripudensi bersama-sama.
Ketiga
aliran dalam bidang hukum sangat penting tidak saja bagi studi secara torits,
tetapi malahan akan banyak pengarunya di dalam pembentukan hukum, penemuan
hukum dan penerapan hukum.
Beberapa
faktor yang berperan di sini adalah sebagai berikut:
. pembentukan Undang-undang tidak dapat mengetahui semuanya terlebi dahulu.
Pembuatan Undang-Undang tidak dapat mengikuti kecepatan proses
perkembangan sosal yang elatif cepat.
Penerapan Undang-Undang, menuntut penerapan Undang-Undang.
Apa yang patut dan masuk akal dalam satu kasus tertentu, berlaku
juga bagi kasus-kasus lain yang sejenis.
Peradilan kasasi oleh mahkama agung.
Demkian beberapa aliran yang
berpengaru sesuai zamanya, serta mewarnai praktek peradilan dari masa ke masa,
di samping itu tentunya juga berpengaru terhadap pembuatan Undang-Undang.
BAB VIII. KEKOSONGAN HUKUM
Kekosongan
hukum adalah hukum yang belum di angkat dalam undang-undang, atau belum ada
hukum di dalam masyarakat.
Hukum
berkembang mengikuti perkembangan masyarakat, masyarak berubah maka hukum juga
berubah. Saya mencoba menkaitkan denagan Anropologi hukum. Dalam teori evolusi
berpendapat bahwa terjadi perubahan pada mahluk hidup menyimpang dari sruktur
awal dalam jumlah yang banyak beraneka ragam yang menyemabkan terjadilah dua
kemungkinan yaitu:
1.
Mahluk
hidup yang berubah akan mampu bertahan dan tidak punah atau di sebut juga
dengan istilah evolusi prokresif.
2.
Makluk
hidup yang berubah atau berevolusi tersebut gagal bertahan hidup dan akhirnya
punah atau di sebut dengan revolusi regresif.
Evolusi berarti perubahan pada
sifat-sifat terwariskan suatu populasi organism dari suatu generasi ke generasi
berikutnya. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh kombinasi tiga proses utama
yaitu:
1.
Variasi
2.
Reproduksi
3.
Dan
seleksi
Sifat-sifat yang menjadi dasar evolusi
ini dibawa oleh gen yang di wariskan kepada keturunan mahluk hidup dan menjadi
berfariasi dalam suatu populasi. Ketika organism berproduksi,keturunanya akan
mempunyai sifat-sifat yang baru. Sifat baru dapat di peroleh dari perubahan gen
akibat mutasi ataupun transfer gen antar populasi dan antarspesies. Pada
spesies yang berproduksi secara seksual, kombinasi gen yang baru di hasilkan
oleh rekombinasi genetika,yang dapat meningkatkan variasi antara organism.
Maka hukum juga mengikuti
perkembangan masyarakat.
Dalam sumber hukum yaitu:
a.
Undang-Undang
b.
Kebiasaan
c.
Yuripudensi
d.
Traktat
e.
Dokrin
Dalam
kekosongan huku,misalkan ada si A yang berkebun, menanam sayuran.Dan si B
mempunyai piarahan sapi dan sapi itu memakan sayuran si A,maka si A menuntut
ganti rugi.
Terutama
hakim memutuskan suatu perkara ini yang belum ada dalam Undang-Undang maka
tindakan yang hakim laksanakan atau memutuskan ia harus memakai hukum
kebiasaan.
DAFTAR PUSTAKA
ü Soerojo Wignjodipoero, SH.
Dr. Prof “Pengantar Ilmu Hukum”, Alumni Bandung
ü Soedjono Dirdjosisworo, SH.
Dr. “Pengantar Ilmu Hukum” Rajagrafindo, Jakarta
ü Sudarsono, SH. Drs. “
Pengantar Ilmu Hukum”, Rineka Cipta, Jakarta
ü Riduan Syahrani, SH. “Rangkuman
Intisari Ilmu Hukum” Citra Aditya Bakti, Bandung
ü Satjipto Rahardjo, SH.,Dr. Prof. “Ilmu Hukum”,
Alumni Bandung.
ü Issaq SH. M,Hukm, “Dasar-dasar
ilmu hukum”
ü Prof . Soebekti, S.H.”
Pengantar Ilmu Hukum”
ü Prof . Dr. Tajul
Arifin.M.A. “Antropologi Hukum”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar